Setelah
Suramadu, Lantas Apa Lagi?
Haryo Damardono
KOMPAS.com - ”Tenaga ahli dan
pekerja konstruksi Indonesia
sudah mampu membangun jembatan bentang panjang. Setelah membangun Jembatan
Suramadu (5.438 meter), kami siap membangun jembatan di mana pun,” kata Danis H
Sumadilaga, Direktur Bina Teknik Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
Hari Kamis
(28/5), saat menapaki bentang utama Jembatan Suramadu, Kompas pun menjumpai
pekerja asal China,
sebagai konsekuensi pinjaman.
Kehadiran mereka positif. China lebih pengalaman membangun
jembatan setelah giat membangun infrastruktur. Alhasil, kini teknologi mereka
telah direbut. Meski, kata Danis,
teknologi itu harus dipelajari lagi, lalu diterapkan.
Jembatan cable
stay bridge Suramadu memang tidak hanya dipelajari kontraktor Indonesia, tetapi pegawai PU,
akademisi, dan mahasiswa.
Tuntasnya Suramadu ada di depan mata. Pekan
ini, tinggal mengaspal approach bridge sisi Surabaya. Hampir pasti, jembatan diresmikan
hari Rabu (10/6) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun,
pembangunan jembatan lain menanti di negeri kepulauan ini. Jembatan tak cuma
menghubungkan pulau, tapi ”melangkahi” sungai-sungai, selebar ribuan meter.
Kini, PU
mendesain Jembatan ”panjang” Tayan (1.200 meter) di Kalimantan Barat. Tujuannya
untuk menumbuhkan ekonomi selatan Kalbar. Bila jembatan selesai, perjalanan
melintasi Trans-Kalimantan penghubung
Samarinda-Balikpapan-Banjarmasin-Palangkaraya-Pontianak tak terhambat Sungai
Kapuas.
”Kami juga
berniat membangun Jembatan Serangan-Tanjung Benoa. Sedang dihitung ketinggian
idealnya sebab kapal melintas di bawah jembatan dan pesawat terbang rendah di
perairan Tanjung Benoa sebelum mendarat di Ngurah Rai,” kata Danis.
Jadi kini, bangsa ini sanggup membangun jembatan panjang tanpa bantuan
negara lain, dengan catatan ada dana. Tak jadi soal bila mengimpor
material. Sebab belajar dari Suramadu, adanya 30 persen bahan produksi China,
seperti stayed cable, lebih disebabkan tak tercapainya skala ekonomis bila
dibuat di Indonesia.
Optimisme
tinggi membangun jembatan panjang telanjur merasuki banyak pemda. Ada rencana Jembatan Teluk Kendari (700
meter), di Sulawesi Tenggara; Jembatan Penajam (4.000 meter) di Teluk
Balikpapan; dan Jembatan Nunukan (4.200 meter) di Kalimantan Timur. Belum
lagi, megaproyek Jembatan Selat Sunda (31 kilometer), berbiaya Rp 92 triliun.
Jembatan itu akan menghubungkan Jawa dan Sumatera.
Perlu insentif
Setelah
Suramadu tuntas, kata anggota DPR, Nusyirwan Soejono, Madura harus mampu
menumbuhkan ekonomi setempat. ”Bila dalam beberapa periode pertumbuhan di sisi Surabaya lebih besar
dibanding Madura, artinya jembatan itu gagal,” kata dia.
Nusyirwan menyayangkan Jembatan Barelang
(Pulau Batam-Pulau Rempang-Pulau Galang). ”Maaf, setelah jembatan jadi, belum
ada lonjakan ekonomi di sana,”
ujarnya.
Pengembangan kawasan industri Madura (600
hektar) serta kawasan kaki-kaki jembatan seluas masing-masing 600 ha, telah
ditargetkan pemerintah. Sebuah kawasan tidak akan berkembang kalau tidak ada
perangsangnya.
Harus ada insentif, kemudahan
perizinan, dan kepastian usaha. Tanpa itu, jangan banyak berharap ekonomi
Madura melejit walaupun ada Jembatan Suramadu. Jangan sampai jembatan itu,
sekadar jadi ikonik di timur Jawa. Semoga kehadiran jembatan Suramadu bisa
meningkatkan kesejahteraan warga Madura.
. Sumber : Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar